JDNews.co.id, Batam – Dedy Wahyudi Hasibuan, aktivis PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Kota Batam, mengumumkan rencana untuk melaporkan jajaran KPU Kota Batam kepada pihak Aparat Penegak Hukum (APH) terkait dugaan tindak pidana dan pelanggaran etik.
Menurut Dedy, laporan ini disusun berdasarkan dugaan adanya perbuatan melawan hukum oleh oknum komisioner dan jajaran sekretariat KPU Batam. “Draft laporan sedang kita sempurnakan. Ada indikasi pelanggaran hukum dan etik yang perlu ditindaklanjuti,” ujar Dedy, yang juga merupakan mantan Ketua PC PMII Batam, pada Jumat, 22 November.
Dedy menekankan pentingnya menjaga integritas penyelenggara pemilu. “Secara kelembagaan, kita harus bersama-sama menjaga marwah penyelenggara pemilu, yang sangat bergantung pada integritas personal mereka,” tambahnya.
Ryan Prayogi, Ketua Cabang PMII Kota Batam, juga mempertanyakan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh jajaran KPU Batam. Menurut Ryan, ada tiga poin utama yang menjadi perhatian.
Pertama, dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam proses tender jasa distribusi logistik pemilu dan pilkada 2024. “Proses tender tidak transparan. Dari data yang kami peroleh, hanya dua perusahaan yang mengajukan diri, dan proses penetapan pemenang sangat tertutup. Kami mencatat adanya kenaikan tarif lebih dari 100% antara tender pemilu dan pilkada yang berlangsung hanya enam bulan kemudian,” jelas Ryan.
Kedua, adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum KPU Batam yang mengkonsolidir PPK untuk mendukung pemenang tender logistik. “KPU seharusnya menetapkan pemenang tender yang bertanggung jawab atas pengantaran logistik. Namun, kenyataannya adalah KPU dan badan adhoc yang mendistribusikan logistik, sementara pemenang tender hanya mengawasi,” ungkapnya.
Ryan menambahkan bahwa kalkulasi biaya logistik yang diberikan kepada petugas badan adhoc tidak sesuai dengan anggaran yang ditetapkan oleh pemenang tender. “Di tingkat PPK, hanya ada anggaran sekitar Rp 200.000 per TPS, padahal seharusnya anggaran bisa mencapai Rp 800.000 hingga Rp 900.000 per TPS. Ini mencurigakan, mengapa oknum KPU mengkonsolidir PPK?” tuturnya.
Ketiga, dugaan adanya pembagian proyek oleh oknum KPU yang berpotensi merugikan keuangan negara. Ryan menyatakan bahwa pada Senin, 25 November, pihaknya akan melaporkan dugaan pelanggaran hukum ini ke APH.
Berikut adalah poin tuntutan yang akan disampaikan:
- Mendesak APH untuk memanggil, memeriksa, dan mengadili seluruh pihak yang terlibat.
- Mendesak BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk melakukan audit terhadap anggaran logistik pemilu dan pilkada 2024.
- Mendesak KPU Kota Batam untuk transparan dan bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran.
- Mendesak DKPP RI untuk memproses dugaan pelanggaran etik oleh oknum KPU Batam.
- Jika tuntutan ini tidak ditindaklanjuti, mereka akan melakukan demonstrasi besar-besaran di kantor instansi terkait.
Hingga saat ini, tim media kabarmasa.com belum mendapatkan konfirmasi terkait dugaan korupsi di KPU Kota Batam, tetapi akan berusaha melakukan klarifikasi lebih lanjut di edisi berikutnya.
Penulis: Tim/Red
Pemberitaan: Edisi Ke-1