JDNews.co.id, Bekasi – Kasus ini semakin viral di media sosial. Mengapa hukum harus dipermainkan? Mengapa para penegak hukum tidak dapat menjaga kehormatan hukum? Hal ini terkait dengan pelanggaran Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang kembali menjadi sorotan. Kali ini, dugaan praktik suap melibatkan seorang oknum pengacara dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Perisai Kebenaran Nasional (PKN) berinisial DS dan seorang oknum polisi di Babelan. Peristiwa ini semakin mencederai rasa keadilan masyarakat, terutama bagi korban kekerasan seksual anak.
Padahal, ini adalah undang-undang khusus. Hukumannya berat. Mengapa masih berani mempermainkan? Ada apa?
Kronologi Kasus dan Tindakan Hukum
Kasus bermula dari dugaan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh anak seorang oknum polisi di Babelan. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran serius sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan:
Ayat (1): Pelaku kekerasan seksual terhadap anak diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling banyak Rp5 miliar.
Ayat (2): Jika pelaku adalah orang tua, wali, atau orang yang memiliki kuasa terhadap anak, hukuman dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana pokok.
Pelaku sempat ditahan selama 4 hari, namun penahanannya kemudian ditangguhkan. Penangguhan ini menimbulkan kecurigaan adanya upaya untuk mengintervensi proses hukum.
Dugaan Suap Rp70 Juta kepada Oknum Pengacara LKBH PKN Berinisial DS
Berdasarkan sumber terpercaya, dilaporkan bahwa orang tua pelaku, yang juga merupakan oknum polisi, diduga memberikan suap sebesar Rp70 juta kepada DS, oknum pengacara LKBH PKN. Dugaan suap ini dimaksudkan agar proses hukum terhadap pelaku tidak dilanjutkan. Jika terbukti, tindakan tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap:
Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
“Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.”
Pasal 11 UU yang sama:
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait kekuasaan atau kewenangannya dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun.”
Apakah Lembaga Bantuan Hukum Boleh Meminta Biaya kepada Klien?
Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, LBH memiliki tugas memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat miskin. Meminta uang, apalagi sebesar Rp70 juta, jelas melanggar prinsip dasar LBH sebagai lembaga nonkomersial. Hal ini juga bertentangan dengan etika profesi advokat, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Kode Etik Advokat Indonesia, yang menyebutkan bahwa advokat wajib memberikan jasa hukum tanpa biaya kepada klien yang tidak mampu secara ekonomi.
Pertanyaan untuk PPA Polres Metro Bekasi
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Bekasi. Mengapa pelaku, yang seharusnya diproses sesuai ketentuan hukum, justru mendapatkan penangguhan penahanan? Apakah ada intervensi dari pihak-pihak tertentu yang merugikan korban?
Tuntutan Masyarakat
- Pemeriksaan oknum DS dan orang tua pelaku: Aparat penegak hukum harus segera memeriksa DS dan orang tua pelaku atas dugaan suap dan intervensi hukum.
- Transparansi proses hukum: Polres Metro Bekasi wajib memberikan penjelasan resmi terkait alasan penangguhan penahanan pelaku.
- Penegakan kode etik profesi advokat: Organisasi advokat harus segera menindak DS atas dugaan pelanggaran etika profesi dan melaporkan kasus ini kepada aparat penegak hukum.Kasus ini menambah daftar panjang ketidakadilan dalam sistem hukum Indonesia. Penegakan hukum yang lemah dan praktik korupsi di lembaga penegak hukum hanya akan semakin mengikis kepercayaan publik terhadap institusi tersebut. Kami menyerukan kepada seluruh pihak terkait untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan pelaku, baik yang melakukan tindak pidana maupun yang mengintervensi proses hukum, mendapatkan hukuman yang setimpal.