JDNews.co.id, Kabupaten Bekasi — Komite Pemuda Peduli Pembangunan Desa (KP3D) secara tegas mempertanyakan komitmen Pemerintah Kabupaten Bekasi, terutama Inspektorat Daerah, Ombudsman Republik Indonesia, dan Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang, terkait pelaksanaan program penertiban Bangunan Liar (Bangli) yang kini tampak ambigu dan membingungkan masyarakat.
KP3D menyoroti ketidakkonsistenan yang terjadi di Desa Muktiwari, Kecamatan Cibitung, di mana penertiban bangli di sepanjang Kali CBL, Kali Ceger, dan Kali Telar seharusnya dilaksanakan pada 26 Mei 2025, sesuai dengan surat resmi dari Kepala Desa Muktiwari (Nomor: PM.05.01/100/MTW/V/2025). Surat ini mengacu pada Peraturan Bupati Bekasi No. 2 Tahun 2025, yang menjadi dasar hukum bagi program penataan wilayah Bupati Ade Kunang.
Ironisnya, penertiban tersebut tidak pernah terlaksana. Justru beredar foto Kepala Desa Muktiwari berpose akrab dengan Kang Dedi Mulyani, Gubernur Jawa Barat, dalam kunjungan ke Desa Wanasari — yang berbatasan langsung dengan kawasan bangli yang seharusnya ditertibkan.
“Kunjungan KDM ke Desa Wanasari yang dekat dengan lokasi Bangli CBL menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah kehadiran tersebut sebagai bentuk pengawasan, atau justru perlindungan terhadap pihak tertentu?” tegas KP3D dalam pernyataan sikapnya.
KP3D menilai situasi ini menunjukkan adanya indikasi tebang pilih dan pembiaran sistematis terhadap pelanggaran tata ruang dan peraturan daerah. Hal ini berpotensi menjadi maladministrasi dan bertentangan dengan misi penataan wilayah yang digaungkan oleh Bupati Ade Kunang dalam RPJMD 2025–2029 serta program 100 Hari Kerja (Asta Perintah Harian).
Atas dasar ketidakkonsistenan ini, KP3D secara terbuka mengajukan pertanyaan kepada:
- Inspektorat Kabupaten Bekasi:
Apa langkah pengawasan internal terhadap aparatur desa yang tidak melaksanakan amanat Perbup No. 2 Tahun 2025? - Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat:
Apakah ini termasuk bentuk pembiaran dan diskriminasi dalam pelayanan publik yang perlu diinvestigasi? - Bupati Bekasi Ade Kunang:
Di mana komitmen Bupati untuk menertibkan bangunan liar secara adil dan merata, tanpa intervensi atau perlindungan politik?
Jika Peraturan Bupati bisa diabaikan oleh kepala desa, rakyat akan bertanya:
Untuk siapa hukum dibuat, jika pelaksanaannya hanya berlaku untuk yang lemah?
KP3D menegaskan bahwa penegakan hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas adalah tanda kemunduran demokrasi lokal. Jangan biarkan agenda strategis pembangunan dirusak oleh elit lokal yang bersikap dua muka — bersurat tegas, tetapi berpose akrab dengan pengganggu tata ruang.


