JDNews.co.id, Natuna – PDAM Natuna tengah diguncang masalah serius. Hak dasar karyawan diabaikan: gaji tidak dibayar tepat waktu, dan iuran BPJS Ketenagakerjaan menunggak hingga nyaris dua tahun. Fakta ini menyulut kemarahan publik dan menggiring sorotan tajam pada pucuk pimpinan perusahaan.
Data menyebutkan, tunggakan BPJS Ketenagakerjaan berlangsung sejak Oktober 2023 hingga September 2025, dengan total nilai mencapai Rp675 juta hingga Rp697 juta. Ironisnya, meskipun ada potongan rutin pada slip gaji, dana tersebut tak pernah disetorkan ke BPJS.
Dampaknya nyata dan tragis. Seorang karyawan yang wafat tak mendapat santunan dari BPJS karena status kepesertaannya dianggap tidak aktif akibat tunggakan perusahaan. Kejadian ini menjadi bukti telanjang dari kelalaian manajemen.
Situasi semakin memanas ketika beredar informasi bahwa Direktur PDAM memiliki kasbon pribadi sebesar Rp70 juta, yang bersumber langsung dari kas perusahaan. Praktik ini dianggap tidak etis dan menambah daftar panjang masalah internal PDAM.
“Kalau karyawan sakit atau meninggal, tidak bisa klaim BPJS. Tapi Direkturnya malah ambil kasbon. Ini bukan lagi kelalaian, ini penyalahgunaan kewenangan,” ujar salah satu warga dengan nada geram, Minggu, 28 September 2025.
Kemarahan masyarakat kian meluas. Publik mempertanyakan integritas dan kompetensi manajemen PDAM, khususnya Direktur. Desakan agar pemerintah daerah segera bertindak semakin nyaring terdengar. Bahkan, sebagian pihak sudah melempar dugaan adanya praktik korupsi tersembunyi dalam tubuh perusahaan milik daerah ini.
Jika tak segera ditangani, publik menilai, jabatan Direktur PDAM Natuna bukan hanya layak dievaluasi, tapi harus segera dicopot.
Jika Anda ingin versi cetak, versi untuk berita daring, atau headline yang lebih provokatif, beri tahu saja — saya siap bantu sesuaikan.