JDNews.co.id, Jakarta- Prabowo Subianto resmi menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia dengan tanggung jawab besar di pundaknya. Tugas berat ini seharusnya dapat lebih ringan jika para pembantunya mampu bekerja secara profesional, menjalin sinergi yang kuat, serta berorientasi pada kepentingan rakyat sebagai tujuan utama pemerintahan.
Namun, belum lama menjabat, sejumlah permasalahan sudah muncul melibatkan orang-orang di sekitarnya. Situasi ini sebagian besar dipicu oleh lemahnya integritas dan moralitas beberapa pejabat kepercayaannya. Sebagaimana filosofi kuno mengajarkan, kecerdasan tanpa moralitas tidak akan membawa manfaat bagi masyarakat.
Kasus-kasus terbaru semakin memperkuat kekhawatiran ini. Agus Miftah tersandung skandal karena pernyataannya yang tidak pantas, sementara Raffi Ahmad menuai kritik akibat penggunaan patwal mobil RI 37 secara tidak bijak. Di sisi lain, Menristekdikti tersandung dugaan arogansi dan pelecehan terhadap bawahannya. Terbaru, Menteri Desa PDT, Yandri Santosa, mendapat kecaman akibat pernyataan kontroversial yang merendahkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan insan pers.
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, menilai pernyataan Menteri Yandri Santosa tidak hanya menunjukkan ketidakpantasan, tetapi juga bertentangan dengan konstitusi yang mengakui eksistensi LSM dan wartawan sebagai bagian dari perjuangan rakyat. Ia menegaskan bahwa sikap yang menafikan peran kedua elemen ini adalah bentuk kebodohan dan dapat berimplikasi hukum.
Lebih jauh, Wilson menyoroti bahwa tindakan pelecehan terhadap wartawan bukanlah kasus tunggal. Praktik semacam ini telah lama terjadi, diperburuk oleh sikap Dewan Pers yang dianggap mendiskriminasi wartawan independen. Akibatnya, banyak pejabat merasa leluasa merendahkan profesi wartawan dengan berbagai label negatif untuk melemahkan fungsi kontrol sosial mereka terhadap kebijakan pemerintah, termasuk dalam upaya pemberantasan korupsi.
Wilson menegaskan bahwa setiap upaya menghalangi kerja jurnalistik, dalam bentuk apapun, merupakan pelanggaran terhadap Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dengan ancaman pidana dua tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta.
Sebagai pejabat negara, kata Wilson, seorang menteri yang melanggar hukum tentu menjadi preseden buruk dan harus ditindak tegas. Ia pun mendesak Presiden Prabowo Subianto agar segera mengganti Menteri Desa PDT demi menjaga kredibilitas pemerintahan dan mewujudkan program pemberantasan korupsi yang telah dicanangkan.
Selain itu, Wilson juga menilai perlu adanya reformasi atau bahkan pembubaran Dewan Pers jika lembaga tersebut tidak lagi berkontribusi positif terhadap kehidupan demokrasi. Menurutnya, di era digital saat ini, setiap warga negara memiliki hak untuk menjadi jurnalis sebagaimana dijamin dalam Pasal 28F UUD 1945.