JdNews.co.id – Sejak ribuan tahun lalu, masyarakat di Papua telah mengandalkan alam sebagai sumber pangan utama. Salah satu temuan arkeologi terbaru mengungkap bahwa ulat sagu bukan hanya makanan tradisional saat ini, tetapi sudah menjadi bagian penting dalam pola konsumsi leluhur mereka sejak zaman prasejarah. Bukti ini ditemukan melalui penelitian di situs-situs arkeologi yang menunjukkan adanya sisa-sisa konsumsi ulat sagu dalam endapan tanah kuno.
Para peneliti menemukan sisa-sisa mikroskopis dari ulat sagu di alat-alat batu yang digunakan manusia purba di Papua. Ini menunjukkan bahwa ulat sagu bukan sekadar makanan tambahan, melainkan sumber protein utama bagi penduduk asli sejak ribuan tahun lalu. Selain itu, temuan ini juga menguatkan teori bahwa masyarakat Papua memiliki kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah di sekitar mereka.
Pohon sagu sendiri telah lama dikenal sebagai tanaman penting di Papua, karena batangnya dapat diolah menjadi tepung sagu, bahan utama dalam berbagai makanan tradisional. Namun, keberadaan ulat sagu sebagai sumber protein tinggi menambah nilai gizi dari pola makan masyarakat Papua kuno. Proses panen ulat sagu dilakukan dengan membiarkan batang sagu yang sudah tumbang mengalami dekomposisi alami, yang kemudian menjadi habitat ideal bagi ulat sagu untuk berkembang biak.
Menariknya, pola konsumsi ulat sagu ini masih bertahan hingga saat ini di beberapa komunitas adat Papua. Ulat sagu biasanya dimakan mentah, dibakar, atau dimasak dalam berbagai hidangan khas. Bagi masyarakat Papua, ulat sagu tidak hanya dianggap sebagai makanan, tetapi juga bagian dari budaya dan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun.
Penemuan ini memberikan wawasan lebih dalam tentang bagaimana masyarakat Papua purba bertahan hidup dengan memanfaatkan sumber daya lokal secara berkelanjutan. Fakta ini juga membuktikan bahwa makanan berbasis serangga, yang kini mulai populer sebagai sumber protein alternatif di dunia modern, sebenarnya telah lama dikonsumsi oleh nenek moyang kita.
Dengan adanya bukti arkeologi ini, semakin jelas bahwa kearifan lokal dalam memilih dan mengolah makanan telah ada sejak dahulu kala. Keberlanjutan konsumsi ulat sagu di Papua menjadi contoh bagaimana tradisi kuliner dan pola makan sehat berbasis sumber daya alam dapat terus dipertahankan hingga kini.