JDNews.co.id, Batam – Gencarnya kampanye pemberantasan judi online yang disuarakan oleh aparat penegak hukum (APH) tampaknya belum benar-benar menyentuh akar permasalahan. Seruan “perang melawan judi digital” sejauh ini terkesan sebatas retorika. Di lapangan, khususnya di kawasan Pujabahari, Batam, praktik perjudian online yang bermodus permainan Higgs Domino berlangsung secara terbuka—tanpa rasa takut, tanpa rasa malu, dan ironisnya: tanpa tindakan hukum yang tegas.
Di sekitar Alfamart dan belakang pasar Pujabahari, transaksi jual beli chip Higgs Domino berlangsung layaknya transaksi kebutuhan sehari-hari. Satu chip senilai 1B dijual seharga Rp50.000, namun saat pemain ingin menukarnya kembali, mereka hanya memperoleh Rp40.000. Selisih Rp10.000 per transaksi menjadi keuntungan bagi para bandar. Jika dihitung dalam skala ratusan transaksi per hari, praktik ini telah menjadi ladang uang ilegal yang sangat menggiurkan.
“Saya pernah habiskan sejuta dalam sehari. Gaji langsung lenyap. Awalnya cuma coba-coba, tapi akhirnya ketagihan. Yang bikin heran, transaksi kayak gini bebas banget, kayak beli pulsa,” tutur seorang mantan pemain yang kini menyesali keterlibatannya namun tidak mampu mengembalikan masa depan yang sudah tergerus chip virtual.
Ini jelas bukan sekadar permainan. Aktivitas ini memenuhi seluruh unsur perjudian sebagaimana diatur dalam Pasal 303 KUHP: ada uang, ada taruhan, mekanisme kalah-menang, serta hasil yang dapat diuangkan. Namun anehnya, seolah tidak ada yang mengambil langkah. Aparat penegak hukum terkesan diam. Pemerintah kota pun tak bersuara.
Pertanyaannya: Apakah mereka tidak tahu, atau sengaja membiarkan?
Bandar tetap menjalankan bisnisnya. Para pemain terus merugi. Banyak keluarga terjebak dalam krisis ekonomi, dan anak muda terseret ke dalam kecanduan digital. Sementara itu, aparat justru tampak abai—atau barangkali terlibat di balik layar?
“Kalau aparat bilang tidak tahu, berarti mereka gagal total. Tapi kalau tahu dan membiarkan, itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap hukum dan rakyat,” tegas seorang warga yang muak melihat praktik ini terus berlangsung di lingkungan tempat tinggalnya.
Hingga laporan ini diterbitkan, belum ada satu pun pernyataan resmi dari pihak kepolisian maupun Pemerintah Kota Batam. Tidak ada patroli, tidak ada penertiban, tidak ada tindakan. Situasi dibiarkan liar, menjalar bebas seperti parasit yang merusak dari dalam.
Sangat ironis. Ketika Presiden dan Kapolri terus menyuarakan komitmen untuk memberantas judi online, di Batam para pelakunya justru leluasa beroperasi. Seolah mereka paham betul bahwa hukum di daerah ini bisa didiamkan, dibeli, atau bahkan diabaikan sepenuhnya.


