Oleh : Sri Nuryati, S.ST., M.K.M (Dosen Universitas Nagoya Indonesia)
JDNews.co.id, – Di balik senyum polos anak-anak Indonesia, tersimpan tantangan besar yang masih mengintai: stunting. Meski berbagai program telah dijalankan oleh pemerintah, kasus stunting belum sepenuhnya hilang dari sekitar kita. Data menunjukkan, masih banyak anak Indonesia yang tumbuh dengan tinggi badan di bawah standar usianya. Ini bukan sekadar soal penampilan, melainkan tentang kualitas hidup dan masa depan generasi penerus bangsa.
Sebagai bidan, saya sering melihat langsung bagaimana stunting berakar. Mulai dari kurangnya asupan gizi sejak kehamilan, pemberian ASI yang tidak optimal, hingga pola makan anak yang kurang seimbang. Sayangnya, masih ada anggapan bahwa stunting adalah hal biasa atau bawaan lahir. Padahal, stunting adalah kondisi yang dapat dicegah dan ditangani jika semua pihak bergerak bersama.
Peran orang tua sangat krusial. Calon ibu sebaiknya memeriksakan kehamilannya secara rutin, memastikan asupan zat besi, protein, dan vitamin terpenuhi. Setelah bayi lahir, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan harus menjadi prioritas, disertai dengan pemberian makanan tambahan bergizi seiring bertambahnya usia anak.
Namun, upaya ini tidak cukup jika hanya dibebankan pada keluarga. Pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat luas perlu bergandengan tangan. Akses pelayanan kesehatan harus ditingkatkan, edukasi gizi diperluas, dan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak harus diciptakan bersama.
Mari kita sadar: mencegah stunting bukan hanya soal satu anak atau satu keluarga, melainkan soal masa depan bangsa. Saatnya kita berhenti menganggap stunting sebagai hal biasa. Ini adalah alarm yang mengingatkan kita semua untuk bergerak bersama, sekarang juga.


