JDNews.co.id – Indonesia kembali menorehkan prestasi di panggung dunia. Pada Sidang ke-219 Dewan Eksekutif UNESCO yang digelar di Paris, Mei 2025, dua taman bumi (geopark) dari Indonesia resmi ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark. Dengan penambahan ini, jumlah geopark Indonesia yang diakui dunia kini menjadi 12, membentang dari ujung barat Sabang hingga timur Merauke.
Dua geopark yang baru diakui tersebut adalah Geopark Ijen di Jawa Timur dan Geopark Maros-Pangkep di Sulawesi Selatan. Kedua kawasan ini dinilai memiliki keunikan geologi, keanekaragaman hayati, serta budaya yang terpelihara oleh masyarakat setempat. UNESCO juga mengapresiasi pengelolaan kawasan ini yang berbasis konservasi dan edukasi, serta mampu mendorong perekonomian lokal melalui pariwisata berkelanjutan.
Geopark Ijen, misalnya, terkenal dengan fenomena api biru dan danau kawah asam terbesar di dunia. Sementara Geopark Maros-Pangkep merupakan rumah bagi deretan karst raksasa tertua dan terluas kedua di dunia setelah Tiongkok, lengkap dengan situs-situs prasejarah yang menggambarkan kehidupan manusia ribuan tahun silam.
Pengakuan UNESCO ini bukan hanya soal prestise, tetapi juga membuka peluang besar bagi daerah. Dengan status geopark global, kawasan-kawasan ini menjadi destinasi wisata kelas dunia, menarik minat wisatawan internasional sekaligus investor. Pemerintah daerah dan masyarakat ditantang untuk menjaga keseimbangan antara pelestarian alam dan pertumbuhan ekonomi.
Hingga kini, 12 Geopark Indonesia yang telah masuk daftar UNESCO antara lain Batur (Bali), Gunung Sewu (DIY–Jawa Tengah–Jawa Timur), Ciletuh (Jawa Barat), Rinjani (NTB), dan Raja Ampat (Papua Barat). Keberagaman lanskap geologi Indonesia mencerminkan kekayaan alam dan budaya yang tersebar di seluruh nusantara sebuah potensi besar yang selama ini mungkin belum tergali secara maksimal.
Dengan capaian ini, Indonesia menegaskan diri sebagai negara megabiodiversitas dan sekaligus megageodiversitas. Kini tantangannya adalah bagaimana menjaga agar status geopark ini tidak hanya berhenti pada pengakuan, tetapi menjadi sarana untuk membangun masa depan yang berkelanjutan dari Sabang sampai Merauke.