JDNews.co.id – Kesadaran akan pentingnya literasi finansial semakin meningkat di tengah gempuran dunia digital dan gaya hidup konsumtif. Namun, data menunjukkan adanya kesenjangan signifikan antara pria dan perempuan dalam hal pemahaman keuangan. Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022 mencatat, indeks literasi keuangan pria mencapai 69%, sementara perempuan tertinggal di angka 63%. Angka ini mengindikasikan bahwa masih ada tantangan besar dalam membangun kesetaraan literasi keuangan di Indonesia.
Salah satu alasan utama pria lebih melek finansial adalah peran mereka yang secara tradisional lebih dominan dalam pengambilan keputusan ekonomi keluarga. Dalam banyak kasus, pria lebih dahulu terpapar urusan perbankan, investasi, hingga pengelolaan aset. Budaya patriarki yang masih kuat juga memperkuat persepsi bahwa urusan uang adalah wilayah laki-laki, sementara perempuan lebih diarahkan untuk fokus pada pengeluaran rumah tangga, bukan perencanaan keuangan jangka panjang.
Di sisi lain, perempuan menghadapi berbagai tantangan struktural dan sosial yang membuat mereka tertinggal dalam urusan finansial. Mulai dari rendahnya akses terhadap pendidikan keuangan, keterbatasan waktu akibat beban ganda (karier dan domestik), hingga rendahnya partisipasi dalam diskusi keuangan formal. Bahkan dalam rumah tangga, keputusan penting soal pinjaman, investasi, atau asuransi sering kali masih didominasi oleh suami.
Padahal, jika perempuan memiliki pemahaman finansial yang kuat, dampaknya bisa sangat luas. Perempuan cenderung lebih teliti dalam mengelola anggaran dan lebih berhati-hati dalam mengambil risiko finansial. Banyak studi menunjukkan bahwa ibu dengan literasi finansial baik mampu membawa perubahan signifikan dalam kesejahteraan keluarga, termasuk dalam hal pendidikan anak dan kesiapan menghadapi krisis ekonomi.
Untuk mengejar ketertinggalan ini, dibutuhkan pendekatan yang menyeluruh dan berkelanjutan. Edukasi keuangan harus dimulai sejak dini dan menyasar semua kalangan, termasuk ibu rumah tangga dan pekerja informal. Media digital, komunitas perempuan, dan program CSR perusahaan bisa menjadi jembatan penting dalam menyebarkan pengetahuan finansial secara merata. Pemerintah dan lembaga keuangan juga perlu memperbanyak produk dan layanan yang ramah perempuan.
Meningkatkan literasi finansial perempuan bukan hanya soal keadilan gender, tetapi juga investasi jangka panjang bagi masa depan ekonomi bangsa. Ketika perempuan melek finansial, mereka bukan hanya mampu mengelola uang, tapi juga berdaya dalam mengambil keputusan hidup. Sudah saatnya kita berhenti memandang perempuan sebagai pelengkap ekonomi dan mulai mengakui mereka sebagai penggerak utama perubahan keuangan di masyarakat.