JDNews.co.id, Semarang — Kasus penghentian penyelidikan dugaan kekerasan seksual terhadap anak yang diduga dilakukan sepihak oleh dua penyidik Polresta Surakarta memicu gelombang kecaman. Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Indonesia Police Monitoring (IPM), PSF. Hutahaean alias RD75, angkat bicara dan mendesak Divisi Propam Polda Jawa Tengah untuk segera bertindak.
“Menghentikan penyelidikan kasus asusila terhadap anak tanpa dasar hukum yang jelas adalah bentuk pengkhianatan terhadap keadilan dan amanat konstitusi. Propam tidak boleh tinggal diam!” tegas RD75 dalam pernyataan resminya.
RD75 meminta agar IPTU WR, S.H. dan AIPDA BS, S.H., dua penyidik yang telah dilaporkan ke Propam dengan nomor register 001/SLP/PH/VI/2025, segera diperiksa dan diproses sesuai aturan etik.
Menurut RD75, perkara ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi telah menyentuh inti perlindungan hak anak, sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
“Korban adalah anak usia 5 tahun. Tapi kasusnya dihentikan begitu saja? Ini bukan sekadar pelanggaran etik — ini penghinaan terhadap rasa keadilan masyarakat!” serunya.
RD75 juga memberikan apresiasi kepada tim kuasa hukum korban, Aslam Syah Muda, S.H.I., CT.NNLP dan AD Anggoro, SE., S.H., yang tetap konsisten mengawal kasus ini hingga ke meja pengawasan internal kepolisian.
Lebih lanjut, IPM menyatakan komitmennya untuk mengawal proses pemeriksaan Propam secara ketat, termasuk membuka kanal pengaduan publik agar tidak ada lagi kasus serupa yang ditutup-tutupi.
“Kami siap kawal kasus ini sampai tuntas. Negara harus berpihak pada korban anak, bukan pada oknum pelanggar etik di institusi penegak hukum,” tegas RD75.
Skandal ini menjadi tamparan keras bagi institusi kepolisian, mempertegas pentingnya profesionalisme dan integritas dalam menangani kasus yang menyangkut kelompok rentan, terutama anak-anak.


